top of page
PicsArt_09-24-08.55.58.png

AKSATRIYA
KAHURIPAN

  • Instagram
  • pngegg

Break The Bias, Sebuah Upaya Memutus Bias Gender

Writer's picture: aksatriyakahuripanaksatriyakahuripan

 

Source : Dokumen Pribadi

 

Tepat setiap tanggal 8 maret selalu diperingati sebagai hari perempuan sedunia atau Internatinal Womens Day. Hal itu ditetapkan oleh PBB pada Tahun 1975. Peringatan IWD ini menjadi momentum untuk kita sebagai upaya mengingat kembali perjuangan panjang para perempuan terdahulu dan para buruh untuk terbebas dari penindasan atas dasar gender dan kelas. Jika tahun kemarin IWD mengusung tema Kepemimpinan Perempuan: Mencapai Masa depan yang Setara di Dunia Covid-19, pada tahun ini IWD mengambil tema “Break The Bias”. IWD memilih tema tersebut karena untuk merayakan pencapaian perempuan yang ada di seluruh dunia baik bidang sosial, ekonomi, budaya, maupaun politik. Meskipun perempuan sering kali terkena bias, stereotip, dan diskriminasi di segala bidang. Hal itu merupakan faktor kenapa kesetaraan gender sulit untuk dicapai.


Bias gender merupakan sikap lebih mengutamakan salah satu jenis kelamin yang berasal dari kepercayaan budaya masyarakat setempat sehingga salah satu jenis kelamin yakni salah satunya adalah perempuan merasa dirugikan. Bias gender dapat datang dari mana saja tidak memandang tempat sekalipun, mulai dari organisasi, tempat kerja, sekolah, dan perguruan tinggi. Selain rentan mengalami diksriminasi dan tindak kekerasan, perempuan juga sering dinomorduakan dan dilabeli tidak mempunyai kompeten yang mumpuni. Sehingga, tidak banyak perempuan hanya sebagai pelengkap saja, tidak dijadikan sebagai pembuat kebijakan atau di posisi strategis. Namun, di era sekarang sudah mulai banyak perempuan-perempuan yang memegang posisi strategis. Bukan berarti orang yang memilih tidak bekerja atau tidak bekerja di ruang publik bukan termasuk dari perempuan-perempuan hebat. Perempuan yang sadar dan mau mengambil sesuai dengan pilihannya sendiri adalah definisi perempuan hebat menurut saya. Seperti yang pernah dikatakan oleh Najwa Shihab, bahwa untuk sekedar membuat pilihan saja sudah menantang. Karena stigma sering kali melekat pada perempuan.


Sesuai dengan tema IWD, yaitu “Break The Bias”, maka mulaiah untuk mengurangi melakukan sesuatu yang mana itu adalah bias gender. Mulai dari tidak menganggap bahwa pekerjaan domestik itu kewajiban dari perempuan, tidak menganggap bahwa laki-laki yang menangis itu lemah, dan masih banyak lagi. Kenapa bias gender harus diminimalisir atau jangan dilakukan? Karena dari bias gender itu dapat menyebabkan dampak yang berbahaya, seperti diskriminasi dan pelecehan seksual.


Salah satu contoh yang dapat diambil yaitu, laki-laki bisa dianggap menjadi pemimpin ketika memiliki potensi berbeda dengan perempuan yang harus membuktikan prestasinya terlebih dahulu. perempuan yang lantang dan tegas sering kali dianggap kasar dan menyalahi kondrat yang katanya harusnya perempuan itu lemah lembut. Perempuan mendapatkan upah yang lebih kecil dibandingkan laki-laki dengan jam kerja yang sama.


Selain diskriminasi, ada pelecehan seksual yang beberapa pekan ini banyak kasus terkuak. Terjadinya pelecehan seksual itu juga karena adanya anggapan bahwa laki-laki superior dan perempuan inferior sehingga perempuan dapat dengan mudah dikuasai. Laki-laki menganggap bahwa perempuan suatu kebendaan yang dapat diperlakukan seenaknya. Meskipun, korban pelecehan seksual tidak selalu perempuan namun pada saat ini perempuan masih menjadi kelompok yang rentan menjadi korban pelecehan seksual. Lebih memprihatinkan lagi, sudah menjadi korban pelecehan tapi masih disalahkan karena dianggap memakai pakaian yang seksi padahal korban ada juga yang berpakaian syar’i.


Lantas bagaimana cara pencegahan agar bias gender tidak terjadi secara terus menerus?

1. Mendidik anak dengan pola asuh berbasis gender, seperti membiasakan untuk saling tolong menolong dalam mengerjakan pekerjaan rumah tanpa memandang perempuan ataupun laki-laki.


2. Tidak membiasakan bermain peran dengan laki-laki selalu menjadi polisi, tentara, pilot sedangkan, perempuan diidentikkan dengan menjadi guru, chef, dan dokter.


3. Membangun kesadaran diri dengan membaca buku agar memperoleh pengetahuan dan berdiskusi.


4. Stop untuk stereotip, seperti perempuan memang baperan, laki-laki kok cengeng, jadi perempuan yang lembut gitu lho masak lantang banget. Ucapan seperti itu terlihat sepele, namun tidak jarang membuat seseorang terganggu. Kita dapat memulai dari diri sendiri untuk menjauhi kalimat-kalimat yang seperti itu. Karena, perubahan yang besar dimulai dari perubahan yang kecil, yaitu dimulai dari diri sendiri.


Sudah saatnya untuk memberhentikan bias gender dan stigma terhadap perempuan. Menciptakan dunia yang setara dan bebas dari berbagai stigma. Perbedaan akan selalu ada, namun bukan untuk dijadikan sebagai pertentangan melainkan dijadikan sebagai keberagaman yang dapat berdampingan. Perempuan hebat dengan pilihannya sendiri. Jadilah perempuan yang saling berkontribusi terhadap sesama dan tidak takut untuk gagal karena setiap kesuksesan ada beberapa gagal yang mendahuluinya. Jangan ragu untuk bersuara jika ada yang ingi disuarakan dan jangan ragu untuk menunjukkan kemampuanmu. Jangan menjadi api untuk perempuan lainnya dan jadilah rumah terhadap perempuan lainnya.





 

Oleh : Etik Purwaningsih

Demisioner Sekretaris II Rayon Aksatriya Kahuripan Periode 2020/2021


 

24 views0 comments

Recent Posts

See All

Comments


“Aku akan terus menulis dan akan terus menulis, sampai aku tak mampu lagi menulis”
(H.Mahbub Djunaidi)

© 2021 by LSO Informasi,komunikasi, dan pers PMII AKSATRIYA KAHURIPAN

bottom of page