Sebelum dikuasai oleh imperialis kulit putih, bangsa Afrika tidak menganggap diri mereka hitam. Sebaliknya mereka menganggap dirinya sebagai kelompok yang baik secara linguistik maupun kultural, berbeda dari kelompok yang lain, yang warna kulitnya jauh dari identik dengan orang-orang di keseluruhan Benua Afrika. Si penjajah yang memaksakan identitas hitam kepada orang yang dijajahnya, dan mengajarkan mereka bahwa menjadi orang hitam adalah buruk sementara menjadi orang kulit putih adalah baik. Konsep diri yang dibangun secara sistematis dan dipaksakan oleh bangsa kulit putih inilah yang akhirnya mencederai konsepsi diri positif yang mereka punya. Lebih buruk lagi, semakin lama penjajah berada dalam kekuasaan, semakin sulit orang jajahannya untuk tidak menyerah pada konsep putih. Karna sekali pikiran mejadi terjajah, sangat sulit untuk membebaskannya lagi.
Sejalan dengan fakta bahwa permasalahan feminitas dan maskulinitas bukanlah terletak pada esensinya itu sendiri, melainkan penilaian yang rendah,yang diberikan kepada kualitas feminin, misalnya kelembutan, kesederhanaan, sifat pendukung, empati, kasih sayang, kepedulian, sensitivitas, ketidakegoisan. Dan penilaian tinggi yang diberikan kepada kualitas maskulin, misalnya ketegasan, keagresifan, rasionalitas atau kemampuan untuk berpikir logis, analitis, abstrak, kemampuan mengendalikan emosi. Yang dijajahkan dan dikonstruksi oleh masyarakat itu sendiri, padahal jika masyarakat menilai feminin secara setara dengan maskulin opresi terhadap perempuan akan menjadi kenangan buruk semata.
Menyadari aspirasi seperti itu maka mulai muncullah feminis yang merupakan suatu proses panjang yang muncul dari berbagai rasa sakit dan kegetiran akan ketimpangan yang berlangsung di masyarakat, baik yang berlangsung diranah publik maupun yang berlangsung di ranah domestik, di ranah pribadi. Feminisme-dalam bentuk jamak menunjukkan bahwa feminisme bukanlah suatu tubuh pemikiran yang ajeg atau satu. Pada tingkat tertentu feminisme lebih mudah dipahami sebagai suatu teks, atau tawaran wacana yang bisa dimanifestasikan dalam bentuk gerakan, namun feminisme juga tumbuh bukan saja mempertanyakan hal-hal yang bersifat praksis atau dapat melahirkan gerakan, melainkan juga hal yang besifat epistemologi.
Mempertanyakan pemikiran juga penting karna berarti mempertanyakan modus operandi masyarakat yang mengamini pemikiran itu. Seperti contoh mempertanyakan pemikiran, ditakdirkan bahwa pria berkuasa, sedangkan wanita lemah lembut manja, yang dapat dipastikan pada level praksis perempuan akan tetap dikonstruksi sebagai objek laki-laki sebagaimana dipikirkan oleh pemikiran itu. Jika seorang perempuan membiarkan dirinya diperlakukan sebagai objek, berarti ia membiarkan dirinya diperlakukan dengan cara yang tidak sesuai dengan statusnya sebagai manusia yang utuh. Alih-alih mengembangkan dirinya untuk tumbuh menjadi pohon redwood (pohon terbesar di dunia), ia melepaskan kebebasannya dan membiarkan orang lain membentuk dirinya menjadi pohon bonsai.
Ditulis Oleh:
Naira Lutfia Solihatin
Koordinator Divisi Keputrian
Rayon Aksatriya Kahuripan Periode 2024 - 2025
![](https://static.wixstatic.com/media/994266_473f049e315d463aab9c5d5bf703fa11~mv2.png/v1/fill/w_980,h_1307,al_c,q_90,usm_0.66_1.00_0.01,enc_auto/994266_473f049e315d463aab9c5d5bf703fa11~mv2.png)
Comments