Oleh : Iskandar Kahfi
![](https://static.wixstatic.com/media/994266_7d1ac43420ce4ae6921d3fff0a49318b~mv2.jpeg/v1/fill/w_980,h_653,al_c,q_85,usm_0.66_1.00_0.01,enc_auto/994266_7d1ac43420ce4ae6921d3fff0a49318b~mv2.jpeg)
Bismillahirrahmanirrahim
Bahwa kemerdekaan yang telah dicapai bangsa Indonesia adalah berkat rahmat Allah yang Maha Esa. Konsekuensi logis dari kemerdekaan adalah dengan usaha mengisi kemerdekaan untuk mewujudkan cita-cita bangsa.
Proses peningkatan kualitas manusia melalui strata kaderisasi harus ditopang oleh ketangguhan seluruh elemen kader PMII, utamanya sumber daya manusia sebagai subjek dan objek pembangunan.
Mahasiswa sebagai anasir civitas akademik merupakan ahli waris, penerus, dan pengejawatan cita-cita dan nilai luhur bangsa. Sadar akan tangggung jawab untuk menciptakan masa depan bangsa dan masa depan PMII, mahasiswa sosiologi agama sebagai intelektual muda mempersiapkan diri sejak dini guna mengantisipasi tantangan zaman.
Upaya menyiapkan diri ditempuh melalui komunikasi sambung nalar lintas kader dan non kader, sehingga memperluas cakrawala pandang, mempertajam analisis, mempertinggi objektifitas serta menghilangkan rasa kebersamaan yang sempit.
Keberhasilan proses regenerasi dengan jumlah kuantitas yang semakin meningkat, merupakan proses pembangunan masa depan kaderisasi PMII untuk lebih baik, tentu harus dibarengi dengan kualitas sumber daya manusia yang lebih baik juga. Oleh karena itu, di tengah persaingan kualitas sumber daya manusia dengan organisasi lain di ranah kampus IAIN Kediri seperti halnya HMI, GMNI, PKPT, dan IMM yang juga meningkatkan jumlah kuantitas dan kadar kualitas sumber daya manusia, untuk bersaing di ruang lingkup kampus pada umumnya, dan ruang lingkup prodi sosiologi Agama pada khusunya. Juga akhir-akhir ini banyak kesibukan program studi yang menuntut kader untuk bekerja keras mengelola prodi dengan sistem dan cara baru yang dianggap menjadi tantangan serta ancaman bagi integritas kader PMII, kultur ini membuat kita berfikir ulang bahwa betapa pentingnya pemaksimakan kaderisasi rayon secara fakultatif
Mahasiswa Sosiologi Agama yang secara basic kultur merupakan orang-orang lapanngan yang aktif dalam pergerakan dan kritis dalam pemikiran sosial serta solid dalam tindakan, merupakan satu keunggulan tersendri bila dibenturkan dengan hirroh pergerakan pada proses pembentukan kaderisasi PMII yang erat kaitannya dengan kehidupan sosial yang dinamis. Basic tersebut menjadi nilai lebih, disamping bekal ideologi pergerakan PMII yang telah tertanam dalam jiwa kader, sehingga pada proses dan implementasinya dapat sejalan dengan visi misi organisasi.
Pembentukan rayon sebagai wadah baru untuk mencapai pola kaderisasi yang lebih baik dalam mengakomodir kebutuhan kader, tentunya harus dibarengi dengan kondisi internal rayon yang baik. Ditengah masa transisi tonggak kepengurusan rayon dari persiapan menuju definitif, masih adanya kepedulian dari kader terhadap keberlangsungan organisasi dan keikutsertaan-nya dalam memberikan gagasan-gagasan baru, merupakan kekuatan yang berharga bagi stabilitas organisasi.
Kepengurusan rayon selama satu periode persiapan adalah tahap pembangunan integritas rayon dalam memaksimalkan kekuatan yang terus dievaluasi untuk mengoptimalkan gerakan dan mengawal proses kaderisasi. Dengan demikian, rayon sebagai tempat berproses merupakan wadah pengembangan kuantitas dan kualitas kader dengan sistem yang berlandaskan pada nilai dasar pergerakan.
Terciptanya kader yang beritegritas dengan sumber daya manusia yang unggul, menanamkan nilai dasar pergerakan dalam pengembangan kader, membentuk kader yang aktif dan mampu bergerak survive disegala lini, serta merangsang sensitivitas kader terhadap tantangan zaman dengan sikap kritis transformatif, merupakan harapan baru bagi terbentuknya rayon pergerakan mahasiswa islam indonesia.
Dengan latar belakang tersebut, kami, kader PMII Prodi Sosiologi Agama dengan resmi menyatakan deklarasi nama Rayon Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia AKSATRIYA KAHURIPAN,
Pengambilan nama Rayon Aksatriya Kahuripan didasarkan pada konteks kultur sosial dan historis pendirian rayon, yang dikaji secara mendalam serta ditempuh melalui musyawarah panjang, sehingga hasil permufakatan nama merupakan sebuah identitas yang melambangkan aspek dari keseluruhan karakteristik rayon
Aksatriya adalah interpretasi simbolis yang melambangkan seorang tokoh pemberani dan penuh tanggungjawab dalam memperjuangkan kebenaran, menegakkan keadilan, dan menumpas ketertindasan. Sublimasi nilai filosofis Aksatriya sesungguhnya terwujud dalam diri kader PMII Sosiologi Agama, yang merupakan agen sosial dan penggerak diranah organisasi kemahasiswaan maupun masyarakat.
Pematangan proses kaderisasi pada dasarnya adalah upaya mempersiapkan diri untuk nantinya mampu mengemban peran, serta aktif andil dalam segenap lini kehidupan bermasyarakat. Upaya tersebut menjadi harapan, sebagaimana dipilih kata Kahuripan yang memiliki makna kehidupan, sebagai reinterpretasi nilai-nilai perjuangan yang harus dilalui oleh setiap individu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dengan demikian, Aksatriya Kahuripan adalah sebuah identitas yang lebih dari sekedar wadah la adalah harapan, yang mewakili cita-cita organisasi dan haluan besar tujuan pmii.
Rayon Aksatriya Kahuripan berdiri pada tanggal 13 Mei 2019. Latar belakang berdirinya rayon Aksatriya Kahuripan didasarkan pada keinginan kader PMII Sosiologi untuk mendirikan rayon dengan kultur sosiologi didalamnya. Pengambilan nama Rayon Aksatriya Kahuripan didasarkan pada konteks kultur sosial dan historis pendirian rayon, yang dikaji secara mendalam serta ditempuh melalui musyawarah panjang, sehingga hasil permufakatan nama merupakan sebuah identitas yang melambangkan aspek dari keseluruhan karakteristik rayon
Aksatriya adalah interpretasi simbolis yang melambangkan seorang tokoh pemberani dan penuh tanggungjawab dalam memperjuangkan kebenaran, menegakkan keadilan, dan menumpas ketertindasan. Sublimasi nilai filosofis Aksatriya sesungguhnya terwujud dalam diri kader PMII Sosiologi Agama, yang merupakan agen sosial dan penggerak diranah organisasi kemahasiswaan maupun masyarakat.
Pematangan proses kaderisasi pada dasarnya adalah upaya mempersiapkan diri untuk nantinya mampu mengemban peran, serta aktif andil dalam segenap lini kehidupan bermasyarakat. Upaya tersebut menjadi harapan, sebagaimana dipilih kata Kahuripan yang memiliki makna kehidupan, sebagai reinterpretasi nilai-nilai perjuangan yang harus dilalui oleh setiap individu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dengan demikian, Aksatriya Kahuripan adalah sebuah identitas yang lebih dari sekedar wadah la adalah harapan, yang mewakili cita-cita organisasi dan haluan besar tujuan pmii.
Comments