top of page
PicsArt_09-24-08.55.58.png

AKSATRIYA
KAHURIPAN

  • Instagram
  • pngegg

DERU TANGIS DOA PALSU

Writer's picture: aksatriyakahuripanaksatriyakahuripan

 

 

Di tanah leluhur, warisan gemilang,

Di balik doa dan lantunan zikir yang menjulang,

Lahir izin tambang, atas nama pembangunan,

PBNU, penjaga moral, kini menjadi pelaksana eksploitasi tanpa pantang.


Wahai pemegang amanah umat, apakah kalian lupa?

Tanah subur ini bukan hanya angka di neraca laba,

Ketika kalian menggaruk kekayaan di balik jubah suci kalian,

Apakah terdengar jerit pilu alam yang terluka dan sekarat?


Gus Yahya sang mandor batu bara, sang maestro pembangunan,

Bersama mimpi-mimpi besar yang penuh dengan janji kebohongan,

Oh, betapa indahnya retorika tentang kemajuan,

Sambil diam-diam merusak, menjual alam demi kemilau kepalsuan.


Ku teringat pada penggalan lagu jadul:

NU yang dulu bukanlah yang sekarang, dulu pahlawan sekarang mandor tambang.

Warna hijau pada bendera yang awalnya melambangkan kesuburan,

Kini menjadi hijau gas beracun dari limbah tambang.

Kuucapkan maaf padamu, wahai Kyai Hasyim Asy'ari,

Bila engkau menyaksikan penerusmu kini tidak lagi mensuburkan alam,

Malah justru mensuburkan para kapitalis yang mengeruk kekayaan.


Di pangkuan ibu pertiwi, rahimnya digali tanpa henti,

Kekayaan tersembunyi dihisap, meninggalkan luka abadi, Janji pembangunan, sekadar retorika manis di bibir penguasa,

Sementara nurani rakyat tertimbun debu tambang yang menggila.


Oh, alangkah ironis, dalam kesunyian doa subuh yang suci,

Mesin-mesin raksasa menderu, mengoyak bumi tanpa henti,

Bagi mereka yang di atas, angka-angka dalam laporan adalah kitab suci,

Tetapi bagi kami yang di bawah, kerusakan alam adalah keniscayaan pada hari esok yang menanti.


Apakah suara ulama, pengayom dan penuntun arah,

Kini tenggelam dalam gemuruh tambang yang merambah?

Apakah nilai-nilai luhur yang kalian kumandangkan,

Terpendam dalam tumpukan batu bara dan emas yang memikat?


Selamat, kepada PBNU, atas izin mulia ini,

Mungkin tambang ini membawa berkah yang tak terperi,

Tapi jangan lupa, di balik semua kemilau ini,

Ada alam yang menangis dan rakyat yang menjadi saksi.


Saat tanah ini gersang, dan air mata bumi mengering,

Akankah kalian kembali dengan doa-doa pengampunan yang hening?

Ataukah nurani kalian telah terkubur bersama kekayaan,

Yang kalian garuk dengan rakus, tanpa batasan?


Semoga kesadaran datang sebelum terlambat,

Bahwa tanah ini bukan milik pribadi untuk dijarah sesaat,

Tapi warisan untuk anak cucu, yang harus dijaga dengan hikmat, Bukan sekadar izin tambang, tapi amanah suci yang harus dirawat.


 

Di tulis oleh:

M. Tajun Niam Alawi

(Demisioner Koordinator Divisi Intelektual

Rayon Aksatriya Kahuripan Peiode 2023-2024)


116 views0 comments

Recent Posts

See All

Comments


“Aku akan terus menulis dan akan terus menulis, sampai aku tak mampu lagi menulis”
(H.Mahbub Djunaidi)

© 2021 by LSO Informasi,komunikasi, dan pers PMII AKSATRIYA KAHURIPAN

bottom of page