Oleh : Alif Hasugian (Demisioner Bidang Kaderisasi Rayon Aksatriya Kahuripan)
![](https://static.wixstatic.com/media/994266_bf5dc01bf06a480c93c249c102958fd5~mv2.jpg/v1/fill/w_540,h_960,al_c,q_85,enc_auto/994266_bf5dc01bf06a480c93c249c102958fd5~mv2.jpg)
Terhitung sejak munculnya virus covid-19 yang mewabah di seluruh dunia, secara cepat WHO mengumumkan diberlakukannya sebagai pandemi global. Seluruh negara menyatakan darurat covid-19 serta diberlakukannya protokol kesehatan secara ketat. Alhasil, mobilitas masyarakat menjadi berkurang, hal tersebut di memunculkan adanya pengurangan aktifitas yang berbentuk kontak fisik, social distancing, pemberlakuan PSBB di setiap daerah dan lain sebagainya.
Banyak dampak yang dirasakan oleh seluruh kalangan masyarakat dari mulai bidang pekerjaan sampai pada bidang pendidikan. Pendidikan salah satunya yang perlu kita cermati. Pendidikan menjadi suatu kebutuhan bersama mengingat tujuan negara Indonesia yang tertera dalam UUD 1945 Alinea IV yang menyatakan: “Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial”.
Dewasa ini, tercerabutnya marwah pendidikan yang di akibatkan oleh kebijakan pandemi mengakibatkan proses pembelajaran menjadi tersendat. Mengingat PSSB yang diterapkan oleh pemerintah manjadikan kegiatan belajar mengajar terpaksa harus di lakukan secara PJJ (Pembelajaran Jara Jauh). Namun dalam realitanya, tidak semua lembaga pendidikan siap dalam melaksanakan penerapan PJJ yang dicanangkan oleh pemerintah. Keterbatasan penguasaan platform yang digunakan oleh masyarakat menjadikan adanya sebuah culture shock (kejutan kebudayaan). Pasalnya dalam perkembangan budaya setiap elemen masyarakat memiliki kepercayaan, moral, dan adat yang masih tetap dipegang. Sehingga acapkali menimbulkan ketidakmasifan laju perubahan sosial.
Kelemahan dari adanya pembelajaran jarak jauh adalah tentang keterpisahan jarak antara murid dengan guru. Karakter utama dari pembelajaran jarak jauh adalah adanya keterpisahan, baik keterpisahan secara fisik, psikologis dan komunikasi, antara pengajar dan peserta belajarnya, sebagaimana yang dikemukakan oleh Moore (1983) keterpisahan jarak antara siswa dan guru dalam pendidikan jarak jauh tidak hanya dipandang dari segi jarak fisik dan geografis saja melainkan harus dilihat sebagai jarak komunikasi dan psikologis yang disebabkan karena keterpisahan antara siswa dan guru. Keterpisahan tersebut merupakan jarak transaksi yang terjadi dalam proses pembelajaran sehingga di perlukan formula untuk menjembatani batas transaksi dalam pembelajaran tersebut, karena jarak transaksi mengakibatkan perbedaan persepsi mengenai konsep yang disampaikan. Oleh sebab itu, pentingnya pembelajaran secara kognitif terhadap perkembangan pembelajaran yang ada di Indonesia adalah suatu kebutuhan yang harus kita laksanakan.
Hybrid Learning
Mengelaborasi kedua model pembelajaran melalui tatap muka dan virtual merupakan bentuk salah satu inovasi pendidikan di tengah krisis saat ini. Berbeda dengan pembelajaran jarak jauh (PJJ), pada konsep hybrid dilakukan dengan mekanisme dua sistem dalam satu forum belajar dan dua forum dalam satu sistem. Ada beberapa mekanisme pembahasan yang akan di paparkan dalam sistem hybrid learning. Untuk lebih mudahnya, akan dijelaskan praktiknya dalam taraf teoritik. Berikut uraian pembahasan tantang sistem pembelajaran hybrid learning.
a. Pembelajaran face to face
Pembelajaran secara tatap muka diselenggarakan dalam bentuk kegiatan ruang publik seperti di perkuliahan, kegiatan praktikum di labolatorium, mentoring atau pun on job training. Kegiatan perkuliahan di dalam kelas meliputi penyampaian materi melalui perkuliahan tatap muka, diskusi presentasi, latihan dan ujian. Sehingga dari kegiatan tersebut tidak menihilkan pola penyampaian secara kognitif. Artinya pelajar dapat berinteraksi langsung bersama teman maupun gurunya.
b. Synchronous virtual collaboration
Synchronous virtual collaboration adalah salah satu format pembelajaran yang bersifat kolaboratif yang melibatkan interaksi antara guru dengan murid yang disampaikan pada waktu yang sama. Aktivitas kolaborasi ini dilaksanakan dengan memanfaatkan fasilitas media online. Fasilitas ini akan digunakan untuk melakukan komunikasi antara guru dengan murid yang hadir di dalam forum virtual. Secara praktiknya kegiatan ini dilakukan ketika dosen menyampaikan materi melalui dua sistem dalam satu forum sekaligus, artinya ada beberapa murid yang harus belajar melalui face to face dan selebihnya melalui virtual.
c. Self-pace asynchronous
Self-pace asynchronous merupakan model belajar mandiri dalam waktu yang berbeda, di mana murid dapat mempelajari materi yang diberikan guru dalam bentuk modul bahan ajar ataupun mengerjakan tugas dan latihan secara online. Selain itu melalui Self-pace asynchronous murid dapat mempelajari materi-materi perkuliahan dengan cara link ke sumber-sumber ajar lainnya.
Penerapan sistem hybrid learning akan optimal ketika dibarengi dengan pemaksimalan dalam proses memanagemen. Dalam proses pembelajaran, waktu yang digunakan dibagi menjadi dua bagian yaitu waktu pembelajaran luring dan daring. Keduanya dilakukan selama 30 menit per jam pelajarannya. Adapun pelajaran sistem luring dilakukan setiap tiga kali selama seminggu, dengan sistem rolling sebagian murid per harinya, sedangkan pembalajaran daring dapat dilakukan setiap harinya oleh murid di ranah virtual.
Satu prinsip yang perlu dipegang untuk menjalankan praktik ini adalah kesadaran akan kebutuhan. Melalui kesadaran tersebut dapat menjadikan proses pembelajaran dapat berjalan secara kolektif. Pola-pola yang sudah terbangun harus dikelola dengan baik. Keterlibatan secara partisipatif yang selalu d harapkan. Sehingga dari hal tersebut dapat terwujud suatu pembelajaran sistem pembelajaran yang efektif dan berkelanjutan.
Comments