top of page
PicsArt_09-24-08.55.58.png

AKSATRIYA
KAHURIPAN

  • Instagram
  • pngegg

Perempuan, Skincare, dan Agama

Writer's picture: aksatriyakahuripanaksatriyakahuripan

Oleh : Alif Hasugian (Demisioner Bidang Kaderisasi Rayon Aksatriya Kahuripan)

 
 
Jika perempuan tak memiliki ilmu agama, lantas dengan apa dia akan mendidik keturunannya? Skincare?”

Begitulah lecutan kalimat yang ditujukan kepada para perempuan. Ada yang mengganjal di benak penulis terkait kata-kata yang ada diatas. Mungkin saja orang lain melihat itu hanyalah sebatas kata-kata saja, akan tetapi penulis melihat terdapat makna dan sudut pandang lain, sehingga akan menjadi bahan kajian yang menarik untuk di bahas kali ini.


Hingga saat ini, perempuan acapkali mengalami bentuk stereotype gender. Pemberian stereotype tersebut menempel sejak dini, dimulai pada masa kanak-kanak dimana laki-laki diidentikkan sosok yang kuat dan perempuan adalah sosok yang lemah. Identifikasi yang berbeda tersebut bersumber dari adanya pandangan konstruk sosial yang ada di masyarakat. Ciri-ciri yang di identifikasi seringkali di maknai secara serampangan tanpa alasan apapun. Dari hal tersebut artinya bisa saja dengan mengakui sutu ciri tertentu dan mengabaikan adanya ciri lain, sehingga memunculkan bentuk stereotype secara general.


Dalam konteks merawat diri, perempuan di identikan dengan istilah “seneng macak” atau menghias diri supaya terlihat cantik. Padahal istilah merawat diri dengan menghias diri adalah dua hal yang berbeda. Saya rasa stereotype yang di tempelkan kepada perempuan tersebut terlihat sangat kaku. Karena mengapa seolah-olah perempuan yang seringkali menjadi objek buruan skincare? sedangkan dewasa ini banyak laki-laki yang memburu skincare seperti hal nya dilakukan perempuan. Jadi, siapa sih manusia yang tidak ingin mempunyai badan yang terawat? pastinya semua baik laki-laki maupun perempuan memikirkan hal tersebut. Karena memang baik laki-laki maupun perempuan akan selalu senang hati jika memiliki kulit yang terawat, walaupun tidak glowing pun minimal memiliki kulit bersih dan sehat.


Tapi kembali lagi, memakai skincare atau tidak itu adalah pilihan setiap individu, standar menyukai seseorang setiap individu tentu berbeda. Ada yang menjadikan skincare sebagai kebutuhan yang dinilai penting, serta ada pula yang menjadikan skincare tidak penting amat untuk di pakai setiap hari. Tetapi yang terpenting disini penggunaan skincare merupakan salah satu kebutuhan fisiologis manusia. Banyak kebutuhan fisiologis lain harus dipenuhi maupun tidak bisa di penuhi, semua tergantung pilihat kita yang mana menjadi prioritas dalam memilih.


Lebih lanjut, yang menjadi poin untuk kita muhasabah diri adalah apakah kita mampu mengimbangi kebutuhan merawat tubuh dengan merawat isi kepala? Apakah sudah seimbang antara merawat sesuatu yang bersifat duniawi dengan sesuatu yang bersifat akhirat seperti yang sudah disinggung di awal? Ini menjadi sebuah tanggung jawab kita sebagai manusia untuk menyeimbangkan antara faktor dunia dengan akhirat.


Perihal mendidik keturunan, kita pasti seringkali mendengar istilah salah satu syair Arab yang berbunyi: “Al-Ummu madrasatul ula, izza a’dadtaha a’dadta sya’ban thayyibal a’raq” yang berarti: Ibu adalah madrasah (sekolah) pertama bagi anaknya. Jika engkau persiapkan ia dengan baik, maka sama halnya engkau mempersiapkan bangsa yang baik pokok pangkalnya.


Berangkat dari syair tersebut dapat dikatakan figur seorang ibu merupakan madrasah pertama yang bakal menjadi suri tauladan bagi sikap, perilaku, kepribadian seorang anak. Jika seorang ibu memiliki karakter baik, maka baik pula karakter anaknya. Jika seorang ibu memiliki pengetahuan akan agama yang mumpuni, maka mulialah seorang ibu yang dapat mengajarkan ilmu agama kepada anaknya. Sebab, secara tidak langsung semua apa yang dilakukan oleh ibu menjadi panutan bagi anaknya. Disitulah salah satu letak pentingnya seorang perempuan untuk belajar ilmu agama.


Namun, tidak sampai hanya sekedar mendidik buah hati saja. Penulis ingin menyampaikan bahwasanya praktik mendidik tidak serta-merta mengenai perkara perempuan sebagai ibu yang dianggap memiliki peran di ranah tersebut. Di lain sisi, sosok laki-laki juga memiliki andil besar mendidik dan membesarkan buah hati. Karenanya menjadi tugas bersama untuk menumbuhkan hasil dari jalinan cinta kasih antara laki-laki dan perempuan dalam balutan pernikahan. Jadi, tidak bisa jika di bebankan pada salah satu pihak saja. Karena memang sejatinya, kedua pihak yakni sosok orang tua memiliki tanggung jawab sosial bagi pertumbuhan buah hatinya.


Itulah yang menjadikan pentingnya kita sebagai makhluk sosial tidak hanya berkutat pada pemenuhan kebutuhan dalam diri. Merawat diri memanglah penting, namun ada yang lebih penting dari merawat diri yaitu merawat iman, isi kepala, dan isi hati. Perkara yang agak sering di lalaikan bagi kita semua, sebenarnya akan menjadi banyak kebermanfaatan. Sekali lagi, jangan hanya berkutat pada kebermanfaatan duniawi semata, namun setiap yang kita lakukan haruslah menjadi manfaat di akhirat kelak. Semoga kita semua dapat mampu merawat diri yang bukan hanya sekedar merawat badan, namun juga mampu merawat diri dalam bingkai keilmuan dan keimanan. Akhir kata, “Indera duniawi adalah tangga menuju ke dunia ini; indera religi adalah tangga menuju ke surga” Jalaluddin Rumi.



187 views0 comments

Recent Posts

See All

Comments


“Aku akan terus menulis dan akan terus menulis, sampai aku tak mampu lagi menulis”
(H.Mahbub Djunaidi)

© 2021 by LSO Informasi,komunikasi, dan pers PMII AKSATRIYA KAHURIPAN

bottom of page