oleh : Etik Purwaningsih
![](https://static.wixstatic.com/media/994266_ba42e12897424943b0c931cc23fa2321~mv2.jpg/v1/fill/w_476,h_492,al_c,q_80,enc_auto/994266_ba42e12897424943b0c931cc23fa2321~mv2.jpg)
Sering kali kita merasa iri terhadap sesama perempuan yang dirasa tidak sepemahaman dengan kita. Tidak sepemahaman ini dapat diartikan seperti tidak satu style dengan kita, tidak sealiran dengan kita dalam hal berdandan, dan masih banyak lagi. Harusnya hal seperti itu tidak terjadi. Kita kaum perempuan secara lantang menggaungkan kesetaraan gender, namun dalam hal yang sepele saja kita mempermasalahkannya atau dapat dikatakan kita berkompetisi dengan sesuatu yang sebenarnya tidak ada pemenangnya sama sekali. Lihat saja, apa yang mau kita kompetisikan?
Make up yang beda dengan lainnya?
Style yang lebih kekinian?
Pacar yang lebih ganteng dari lainnya?
Apakah hal tersebut bisa diukur atau bisa dicari pemenangnya? Saya kira tidak, karena setiap orang akan mempunyai sudut pandang tersendiri dalam menilainya.
Kita cenderung merasa tersaingi oleh sesama perempuan karena takut kalah sukses. Banyak fenomena di masyarakat yang menggambarkan hal tersebut, seperti perempuan yang berani mengungkapkan pendapatnya dengan lantang akan terlabeli dengan label perempuan yang kasar, perempuan yang menggunakan make up tebal akan digunjingi karena dianggap ingin menarik perhatian lawan jenis. Selain itu, jika kita melihat kasus perselingkuhan cenderung yang disalahkan adalah pihak perempuaanya bukan yang bersangkutan (pasangannya) bahkan ada sebutan pelakor yang lebih sering disebut oleh sesama perempuannya. Dari sini, bagaimana kita dapat menuntut kesetaraan gender jika hal yang seperti itu saja kita saling menjatuhkan dan tidak bisa bersatu? Kesetaraan gender tidak akan terwujud jika kita sendiri sesama perempuan saling menindas dan menjatuhkan.
Harusnya kita saling mendukung dan saling membantu untuk kemajuan bersama. Menurut saya, slogan women supporting women itu masih sekedar slogan belaka. Iya benar, perempuan saling mendukung perempuan, namun yang mereka dukung itu masih dalam lingkupnya atau dalam artian satu gengnya. Hal itu tentu sangat mudah dilakukan karena kita ada ikatan untuk bagaimanapun agar selalu mendukung, coba saja dengan perempuan yang mungkin beda lingkungan atau tidak satu geng mereka cenderung mengevaluasi karena merasa tidak sama seperti pemikirannya. Perasaan kita yang takut tersaingi oleh teman kita sendiri yang notabenya perempuan itu bisa jadi kita telah mengalami quen bee syndrome.
Apa sih yang dimaksud dengan queen bee syndrome? Mungkin sebagian dari kita masih asing dengan kalimat tersebut. Sebagian dari kita bisa saja melakukan hal tersebut entah disengaja maupun tidak. Queen bee syndrome ini pertama kali didefinisikan oleh G. L Staines, T. E Jayaratne, dan C. Tavris pada tahun 1973. Queen bee syndrome atau dapat dikatakan sindrom ratu lebah merupakan suatu fenomena kepribadian dari seorang perempuan yang merasa takut tersaingi oleh teman perempuannya sendiri atau bisa dikatakan perempuan lain itu sebuah ancaman untukmu.
Perempuan yang terkena sindrom ini akan lebih kritis terhadap teman perempuanya karena takut tersaingi olehnya. Bila kita mengalami queen bee syndrome kita harus mengatasinya agar tidak semakin parah. Kita dapat mengatasinya dengan menyadari bahwa setiap makhluk yang diciptakan oleh Allah sudah diberi kadar kesuksesan tersendiri dan tidak perlu takut untuk tidak sukses karena telah membantu atau menolong orang lain menuju kesuksesan dan kita memiliki kelebihan dan kekurangan masingmasing yang saling melengkapi. Bersainglah dengan sesuatu yang layak diperebutkan bukan dengan sesuatu yang kita tidak tahu pasti apa yang kita perebutkan. Dengan menggunjing teman kamu atau lebih dikenal dengan “nyinyir” hal itu tidak akan membuat kamu maju atau sukses, itu hanya memberi nikmat sesaat saja karena nafsu atau keinginan untuk menggunjingnya sudah tersalurkan.
Bukan berarti kita harus selalu membenarkan pendapatnya, melainkan kita dapat memberi saran yang membangun dan bersinergi demi kemajuan bersama. Yakinlah bahwa kita mempunyai kelebihan yang antara perempuan yang satu dengan lainnya berbeda. Dengan perbedaan itu kita bisa saling melengkapi dan menguatkan.
Jadilah perempuan yang menjadi rumah teduh untuk sesama perempuan bukan malah menjadi neraka bagi perempuan lainnya. Tidak akan menimbulkan suatu kerugian ketika kita menjadi satu untuk saling mendukung dengan tidak saling menjatukan. Menjadi suatu kerugian, ketika kita sesama perempuan saling menindas dan menjatuhkan. Jika kita dapat mencipatakan lingkungan yang sehat kenapa harus menciptakan lingkungan yang toxic (tidak sehat).
Jadi, kesetaraan gender dapat terwujud jika dari kita sendiri sesama perempuan bersatu untuk mewujudkannya. Hal ini dapat dimulai dari diri sendiri untuk tidak menganggap sesama perempuan itu ancaman dan saingan yang harus dimatikan geraknya dan jadilah baik tanpa harus menjatuhkan orang lain.
Commentaires