top of page
PicsArt_09-24-08.55.58.png

AKSATRIYA
KAHURIPAN

  • Instagram
  • pngegg

"RITUALISME" MAHASISWA

Writer's picture: aksatriyakahuripanaksatriyakahuripan

 

Source : Dokumen Pribadi

 

Sebagai mahasiswa, mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh dosen merupakan suatu hal yang wajib. Bagaimana tidak, tugas merupakan salah satu jalan untuk memperoleh nilai. Nilai itu nanti yang akan menjadi sangu untuk lulus atau tidak dari suatu mata kuliah.


Beragam tugas muncul menghantam mahasiswa. Kadang makalah, kadang essai, resume materi, artikel dan beseta kawan-kawannya mulai dari level termudah hingga tersulit. Apalagi disaat masifnya media digital seperti saat ini, menambah varian tugas kian beragam.


Tak hanya meresume materi namun juga mendesain, tidak hanya menulis namun juga editing video. Munculnya varian tugas baru sangatlah unik untuk dibahas. Akan tetapi, bukan perihal variasi tugas yang akan saya bahas kali ini.


Tugas merupakan salah satu bentuk dari evaluasi pembelajaran. Dimana pemahaman mahasiswa dalam setiap mata kuliah akan dapat dinilai dari sini, apakah mahasiswa tersebut menguasai materi atau tidak.


Seputar dunia pertugasan, contoh yang paling familiar adalah makalah. Pernahkah kita berfikir untuk apa sebenarnya kita mengerjakan tugas tersebut ?. apakah hal itu hanya sebatas memenuhi kewajiban saja, atau agar waktu kita membuka transkip nilai nanti bisa melihat huruf “A+” dengan status “lulus” ?.


Setiap mata kuliah memerlukan yang namanya evaluasi pembelajaran. selalu ada yang namanya tugas dalam setiap mata kuliah. Mahasiswa seringkali mengeluh mengenai hal ini. Satu tugas tuntas, tugas lain akan berdatangan.


Seringkali ditemui mahasiswa lebih bertanya tentang penyelesaian tugas daripada pemahamannya atas materi perkuliahan. Menyusun makalah semalam jadi (walaupun copas) akan lebih melegakan daripada berhari-hari membolak-balik halaman buku agar faham suatu materi.


Padahal pemberian tugas kepada mahasiswa tidak sekedar formalitas saja. Akan tetapi, memiliki maksud dan tujuan tertentu. Tugas yang sebetulnya menjadi sebuah sistem untuk menilai dan meningkatkan kemampuan mahasiswa, hanya menjadi kegiatan rutinitas untuk memenuhi kewajiban saja. Sebetulnya, dibalik mahasiswa yang rajin menegerjakan tugas dan tidak pernah bolong dalam presensi ditemukan perilaku menyimpang. Meskipun dalam hal ini mereka sama sekali tidak melanggar peraturan. Penyimpangan yang dilakukan adalah berkaitan dengan maksud dan tujuan, untuk apa sebenarnya mereka melakukan itu ?. perilaku menyimpang tidaklah serta merta berkaitan dengan tingkah laku yang melawan aturan saja. Perilaku menyimpang ini merupakan salah satu bentuk adaptasi mahasiswa terhadap aturan yang berlaku.


# Bentuk-Bentuk Adaptasi Menurut Merton

Dalam buku berjudul Social Theory and Social Structure, Robert K. Merton memaparkan ada lima bentuk adaptasi yang dilakukan oleh individu. Kelima model adaptasi tersebut antara lain :

1. Conformity

2. Innovation

3. Ritualism

4. Retreatism

5. Rebellion

Dari kelima model tersebut, empat diantaranya merupakan bentuk perilaku menyimpang. Perilaku ini terjadi ketika individu tidak dapat menerima aturan yang berlaku. Sehingga terjadilah anomi dalam struktur sosial tersebut.


Robert K. Merton menerangkan bahwa dalam kehidupan sosial ada semacam perilaku menyimpang. Perilaku yang menyimpang ini muncul karena terjadi anomie dalam struktur sosial. Artinya, terjadi suatu ketidakselarasan antara sistem perkuliahan dengan mahasiswa yang tidak mampu mencapai tujuan kebudayaan dari sistem tersebut. Nah, keresahan mahasiswa dikala menumpuknya tugas-tugas kuliah, membuat mereka harus beradaptasi atau melakukan penyesuaian.


“banyak tugas menumpuk, terus mau gimana ?”


Dalam bertahan menghadapi hal itu, Mahasiswa melakukan “penyimpangan” yaitu kurangnya kemauan untuk memahami materi. Disisi lain, mereka masih tetap mengerjakan tugas-tugas yang telah diembankan kepada mereka.


“Lha mosok nggak dikerjakan, nanti dapat nilai dari mana ?”


Kata Pak Merton, perilaku tersebut tergolong tipe perilaku Ritualisme. penyimpangan ini terjadi ketika seseorang menerima dan melakukan cara-cara yang telah melembaga dan sah, akan tetapi menolak tujuan kebudayaan (esensi dari adanya tugas-tugas kuliah).


“kan yang penting udah selesai lalu dikumpulkan dan jangan sampai lewat deadline, kan gitu”


Mahasiswa menerima dan mematuhi tugas-tugas yang diberikan kepadanya, akan tetapi hal itu ia terima secara formalitas saja, tanpa mengerti dan memahami untuk apa sebenarnya tugas itu ada. Tujuan-tujuan kebudayaan seperti untuk meningkatkan kemampuan, pemahaman atas materi menjadi hal yang dilupakan.


Bukan hanya masalah tugas, Ritualisme lain banyak sekali ditemukan. Perihal kehadiran di kelas contohnya. Kehadiran mahasiswa pun juga patut dipertanyakan. Beberapa ditemui hadir di jam kuliah hanya dengan niat mengisi presensi saja. Ditambah model pembelajatan daring seperti ini, tinggal isi presensi lalu kuliah disambi tidur.


Sebagai seorang mahasiswa, tentunya kita menyadari bahwa hal tersebut dapat merusak kualitas generasi bangsa. Esensi mahasiswa sebagai kaum intelektual dan profesional akan luntur dan tergantikan oleh jiwa mahasiswa yang penting lulus tapi lemah literasi.


Kalau sudah demikian, pantaskah membanggakan diri kita sebagai mahasiswa ?


 

Oleh : Sahal Awwaluddin Qohar

Wakil Ketua 2 Bidang Eksternal Rayon Aksatriya Kahuripan Periode 2021/2022


 

60 views0 comments

Recent Posts

See All

Comments


“Aku akan terus menulis dan akan terus menulis, sampai aku tak mampu lagi menulis”
(H.Mahbub Djunaidi)

© 2021 by LSO Informasi,komunikasi, dan pers PMII AKSATRIYA KAHURIPAN

bottom of page