top of page
PicsArt_09-24-08.55.58.png

AKSATRIYA
KAHURIPAN

  • Instagram
  • pngegg

TRAGEDI KANJURUHAN: KETIKA SEPAKBOLA HARUS DIBAYAR DENGAN NYAWA

Writer's picture: aksatriyakahuripanaksatriyakahuripan

Source: https://www.suaramerdeka.com/

 

Pada tanggal 1 oktober 2022 Publik dikejutkan dengan tragedi kerusuhan supporter sepak bola. Tepatnya pada pertandingan antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya sekali lagi memakan banyak korban. Menurut data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jatim. Sebanyak 174 jiwa melayang akibat peristiwa itu. Sedangkan dilansir dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Malang hingga tanggal 2 Oktober 2022. Jumlah korban jiwa akibat tragedi kerusuhan supporter kanjuruhan mencapai 131 jiwa. Tragedi kanjuruhan ini tercatat menjadi tragedi sepak bola dengan korban jiwa terbesar di Indonesia. Bahkan menduduki peringkat ke dua di dunia setelah tragedi Estadio Nacional Peru yang menewaskan 300 orang pada 24 Mei 1964.


Awal mula tragedi ini menurut Kapolda Jawa Timur Nico Afinta dilansir dari detikJatim didasari pada kekecewaan supporter karena Arema selaku tim kandang kalah dan kemudian merangsek turun ke tengah lapangan untuk melampiaskan kekecewaannya pada pemain dan official. Polisi kemudian menembakkan gas air mata karena aksi anarkis para supporter yang merusak fasilitas hingga menyerang polisi. Mereka kemudian berhamburan keluar stadion dan menumpuk pada pintu 10. Akibat penumpukan inilah kemudian banyak terjadi korban akibat kekurangan oksigen.


Dari sisi lain, menurut cuitan dari salah supporter yang ikut menonton pertandingan di stadion yakni @RezqiWahyu_05 menyatakan awal kericuhan terjadi setelah banyak sekali supporter Aremania yang masuk ke tengah lapangan. Aparat keamanan melakukan berbagai upaya untuk memukul mundur para supporter. Namun menggunakan kekerasan, ada yang memukul dengan tongkat, dihantam tameng, dikeroyok dan berbagai tindakan kekerasan lainnya. Akibat tindak kekerasan inilah kemudian banyak supporter yang kemudian justru menyerang aparat keamanan yang membuat para aparat menembakan gas air mata ke arah supporter. Terhitung puluhan gas air mata ditembakkan hingga setiap sudut stadion dipenuhi oleh tembakan gas air mata. Salah satunya ditembakkan ke tribun 10. Para supporter yang panik kemudian berhamburan mencari pintu keluar. Namun pintu keluar juga penuh sesak karena kepanikan para supporter akibat tembakan gas air mata.


Penyebab dari banyaknya korban jiwa pada tragedi kanjuruhan ini dilihat dari dua perspektif kronologi diatas adalah karena adanya penumpukan yang diakibatkan tembakan gas air mata. Gas air mata adalah sebuah senjata kimia yang digunakan untuk melumpuhkan. Kandungan dalam gas ini sendiri menyebabkan iritasi pada mata dan menyebabkan sesak nafas. Di Indonesia sendiri umumnya gas air mata sendiri digunakan untuk menghentikan huru-hara akibat demo ricuh atau kerusuhan.


Sebenarnya menurut FIFA Stadium Safety and Security Regulations. Regulasi FIFA untuk standar keamanan dan aturan dalam stadion. Pada pasal 19b berbunyi “No firearms or “crowd control gas” shall be carried or used”. Didalam pasal tersebut tidak terdapat pengecualian penggunaan gas air mata untuk keadaan tertentu, seperti melindungi pemain. Sehingga bisa disimpulkan bahwa penggunaan gas air mata mutlak dilarang dalam pertandingan sepak bola. Selain itu pada pasal 19e aparat keamanan juga diajurkan untuk berjaga didalam tribun jika sekiranya pada pertandingan tersebut terjadi kemungkinan kerusuhan. Kursi yang digunakan untuk berjaga juga tidak boleh dijual kepada supporter.


Lantas kenapa gas air mata masih digunakan pada pertandingan sepak bola oleh aparat keamanan di Indonesia ?


Jelas ada sebuah ketidaksinkronan antara regulasi keamanan FIFA dengan prosedur tetap dari kepolisian. Berdasarkan Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2019 tentang Penindakan Huru Hara (PHH). Pada pasal 22a jelas tercantum bahwa gas air mata dan pelontar gas menjadi salah satu peralatan PHH. Selain itu pada pasal 11b yang mengatur tentang cara bertindak dalam PHH. Penembakan gas air mata menjadi salah satu prosedur untuk penindakan huru-hara.


Tragedi kanjuruhan menunjukkan betapa tidak siapnya kompetisi sepak bola di Indonesia. Berdasarkan data yang dipaparkan oleh Menkopolhukam Mahfud MD. Jumlah supporter yang masuk ke stadion disinyalir melebihi kapasitas stadion. Kapasitas stadion kanjuruhan adalah 38.000 orang, Sedangkan tiket yang dicetak oleh panitia sejumlah 42.000 tiket. Pihak aparat keamanan juga sudah mengingatkan agar jumlah penonton sesuai dengan kapasitas stadion namun tidak digubris oleh panitia pelaksana. Ketidaksinkronan regulasi FIFA dengan prosedur pengamanan dari aparat keamanan juga menjadi indikator kuat tidak siapnya pelaksanaan kompetisi sepak bola di Indonesia.


Tragedi Kanjuruhan ini seharusnya sudah lebih dari cukup untuk menyadarkan berbagai pihak untuk sama-sama berbenah menata masa depan sepak bola di Indonesia. Apalagi sepak bola menjadi olahraga yang digemari oleh berbagai kalangan. Bagi supporter terutama, ingat bahwa tidak ada pertandingan sepak bola yang berharga lebih daripada nyawa. Lebih baik melihat tim kesayangan kalah hari ini daripada hari ini adalah hari terakhir melihat tim kesayangan. Cukuplah tim kesayangan saja yang berlaga berebut bola. Jangan sampai para supporter ikut saling sikut hingga meregang nyawa. Aparat keamanan juga harus berbenah. Ingat bahwa yang dijaga adalah supporter sepak bola. Bukan sapi, keledai, atau bahkan domba. Perlakukan supporter dengan manusiawi dan jangan gebuk sana-sini.


Daripada saling hantam bukankah lebih baik jika berjabat tangan. Semoga tragedi kanjuruhan menjadi yang terakhir. Jika memang kompetisi sepak bola Indonesia terancam dibekukan akibat sanksi FIFA. Semoga pembekuan itu menjadi ajang introspeksi diri dari setiap elemen penyelenggara sepak bola. Sehingga ketika sanksi FIFA dicabut. Indonesia siap menampilkan wajah baru sepak bola. Wajah baru yang humanis dan ramah seperti wajah yang Indonesia tunjukkan pada orang luar.




 

Oleh: Rizal Nur Cahyo Saputro

Anggota LSO Infokom dan Pers Rayon Aksatriya Kahuripan

Periode 2022/2023


119 views0 comments

Recent Posts

See All

Comments


“Aku akan terus menulis dan akan terus menulis, sampai aku tak mampu lagi menulis”
(H.Mahbub Djunaidi)

© 2021 by LSO Informasi,komunikasi, dan pers PMII AKSATRIYA KAHURIPAN

bottom of page